05 September 2008

Bahaya Chatting

Komunikasi dan penyampaian informasi saat ini sangat terbantu dengan keberadaan Internet. Browsing, email, mailing list hingga chatting menjadi hobi tersendiri bagi para pengguna internet. Terlebih setelah banyak beroperasi warung internet (warnet) yang menjamur di banyak tempat di kota-kota besar. Jika kita perhatikan sebagian besar pengunjung warnet itu adalah anak muda, yaitu pelajar usia SMA dan mahasiswa.

Ada hal lucu yang bisa kita lihat saat mendatangi sebuah warnet. Masing-masing pengunjung asyik sendiri dengan monitor di hadapannya. Berbagai macam mimik wajah mengekspresikan perasaannya. Antusias mengetik di atas keyboard, tak sabar menunggu respon lawan chatting atau tangan yang lincah memainkan mouse saat meng-”klik” berbagai situs yang sarat gambar dan informasi. Bahkan pada beberapa warnet yang menyediakan fasilitas head phone, pengunjung bisa melakukan voice chat. Pendeknya, internet bukan lagi milik mereka yang berkantong tebal saja. Kini dengan mengeluarkan biaya 3000 hingga 7000 rupiah perjam, siapa saja bisa mengakses internet di warnet.
Program yang paling banyak digemari adalah chatting, yaitu sebuah program online yang memungkinkan kita bisa bercakap-cakap dengan banyak orang di berbagai negara melalui tulisan di monitor. Ada beberapa program chatting yang banyak diakses, yaitu Internet Relay Chat (IRC), ICQ (bahasa ”gaul” internet untuk ”I seek you”), dan Yahoo Messenger. Sementara beberapa situs lokal seperti Astaga dotcom, Detik dotcom atau Boleh dotcom juga membuka program chatting bagi anggota situsnya.

Dampak Negatif

Namun semakin tersosialisasinya internet, semakin luas masyarakat yang bisa mengakses, kian banyak pula dampak negatif yang dihasilkan. Saat kita tergabung dalam sebuah chat room, kita berinteraksi dengan berbagai manusia dari berbagai lapisan, usia, status ekonomi dan golongan. Keasyikan yang membuat pengakses internet ”tergila-gila” dengan program chat adalah kita tak perlu menjadi diri sendiri untuk bergaul dengan orang lain. Peserta chat cukup menggunakan nama samaran (nickname), selebihnya kita dapat mengaku sebagai siapa saja dan apa saja.

Bagi orang-orang tertentu yang mengalami kesulitan bersosialisasi di dunia nyata, fasilitas chatting sangat berguna untuk melatih diri dalam pergaulan. Sebagai contoh Nina yang pemalu, sejak mengenal dunia chatting, gadis pendiam ini jadi punya banyak teman baik online maupun yang mengajak ”copy darat”.

Bagi pelaku bisnis, chatting bisa dijadikan ajang mencari pelanggan. Pada channel utama di IRC sering kita lihat percakapan tawar-menawar penjualan komputer atau telepon selular bekas. Bahkan tak jarang chatting juga dijadikan ajang mencari jodoh. Memang ada juga yang menganggap chatting hanya sebagai hiburan belaka yang tak bisa dipercaya 100 persen kebenarannya. Tapi tidak jarang pula beberapa orang yang menganggap chatting menjadi kebutuhan penting.

”Rasanya ada yang kurang kalau dalam beberapa hari saja tidak chatting,” ungkap Shiela, karyawati swasta yang di sela kesibukannya menyempatkan diri untuk selalu bertegur sapa dengan temen-temannya di dunia maya.

Berkomunikasi melalui internet memang mengasyikkan. Ada rasa penasaran, seperti apa orang yang sedang kita ajak bicara? Siapakah dia sebenarnya? Rasa ini terus berkembang hingga kita mengenal lebih jauh secara online. Dengan berkiriman email para pengakses program chatting bisa terus berkomunikasi, menelepon bahkan bertatap muka langsung sesuai waktu dan tempat yang ditetapkan. Tidak semua hubungan bisa dilanjutkan, terlebih jika orang tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan sebelumnya. Dan kembali pada asalnya dari dunia maya, teman online kita tak bisa dipercaya 100 persen.

Penipuan

Telah banyak kasus penipuan melalui program yang banyak diminati anak muda ini. Bahkan beberapa di antaranya bersifat kriminal. Kasus terbaru terjadi di Long Island, New York, Amerika serikat. Seorang remaja putri 15 tahun menjadi korban penculikan, perkosaan dan penganiayaan seksual oleh dua orang yang dikenalnya lewat chatting. Disekap selama seminggu penuh, gadis belia itu mengalami siksaan seksual dan sodomi oleh James Warren (41) dan Beth Loschin (46).

Berawal dari perkenalan di sebuah chat room, korban sering melakukan percakapan dengan pelaku hingga menjadi akrab. Sampai suatu ketika korban mengatakan bahwa ia ingin melarikan diri dari rumah. Dengan dalih ingin membantu, James dan Beth mengajaknya bertemu. Ternyata bukan bantuan yang didapat, justru penyekapan, siksaan dan perkosaan. Kasus di atas membuktikan bahwa kita memang harus ekstra hati-hati bergaul di dunia maya. Sesungguhnya di sekitar kita banyak juga korban dari interaksi di chat room hanya saja banyak orang merasa malu untuk melaporkannya ke polisi.

Seorang mahasiswi, sebut saja Rini, berkenalan dengan pria yang mengaku eksekutif muda sebuah perusahaan ternama di Jakarta. Perbincangan online mereka terus berkembang hingga ke tahap saling bertelepon. Tak lama keduanya sepakat untuk bertemu di sebuah mall. Pria itu, sebut saja Tono, telah meraih simpati Rini sepenuhnya hingga gadis itu percaya saja saat Tono mengajaknya masuk ke mobil dengan alasan mengantarnya pulang. Ternyata sepanjang perjalanan Rini menjadi korban pelecehan seksual. Memang tidak sampai terjadi perkosaan namun secara moral Rini merasa sangat terluka. Ia tak bisa berbuat banyak. Setelah melalui pertengkaran hebat, pemuda berpakaian paelente itu menurunkannya di tengah jalan.

Ada lagi kasus lain yang lebih mirip dengan penipuan. Setelah ‘berteman’ dengan seorang perempuan di chat room, Didi (bukan nama sebenarnya) dengan bersemangat mengajaknya bertemu langsung. Sari, demikian kita sebut nama gadis itu, memang menarik dan mampu membuat Didi kepincut. Dan apa yang terjadi, telepon genggam yang baru saja dibeli Didi seminggu lalu raib dibawa kabur ‘sahabat’ online-nya itu tanpa bekas.

”Ia meminjam telepon genggam saya dengan alasan telepon miliknya sedang habis baterai. Tentu saja saya percaya. Lalu ia membawa telepon saya keluar ruangan, tidak bagus sinyalnya, begitu kata dia. Ternyata dia tak pernah kembali dan setiap kali saya hubungi ke telepon genggam, selalu tak aktif,” demikian penyesalan Didi setelah menyadari dirinya hanyalah korban penipuan.

Masih banyak lagi kasus kriminal lain di sekitar kita, yang berawal dari perbincangan online di chat room. Bukan tidak mungkin terjadi kasus yang lebih parah, hanya korban tidak berani melaporkan ke pihak berwajib karena rasa malu. Selain itu, kita akan ditertawakan jika melaporkan kasus pelecehan seksual oleh ‘teman chatting’ kita ke polisi. Namun sudah saatnya kejahatan yang berawal dari dunia maya bisa ditindaklanjuti. Patut diingat bahwa siapa saja kini bisa mengakses internet. Termasuk para psikopat, pelaku penipuan, bahkan penjahat kriminal yang mungkin saja menjadi ‘sahabat’ kita di internet selama ini.

Menakutkan bukan? Maka jangan percaya 100 persen pada siapa saja yang kita jumpai di internet, bahkan orang yang sudah berbulan-bulan dengan setia mengirim puisi lewat email. Siapa yang tahu kalau dia adalah psikopat yang sedang mengincar mangsanya?

No comments: